Minggu, 08 Juli 2018

Untukmu, Sang Penggoda.

Hai, kamu, siapapun namamu.
Kita tidak pernah bertemu bukan?
Kita saling tidak mengenal, bukan?

Tapi Tuhan memperkenalkan kita dengan cara yang kurang baik ya.
Saya kenal kamu karna kamu dekat dengan dia.
Dia yang sedang saya perjuangkan.

To the pointnya aja ya.
Semenjak saya tau kamu, saya udah gak nyaman.
Semakin kesini, ternyata kalian semakin dekat ya.
Saya ngeliat kalian seperti bukan temenan pada umumnya.

Saya tidak melarangmu berteman dengannya.
Saya tidak melarangmu bercanda dengannya.
Tapi berteman lah sewajarnya, bercanda lah sewajarnya.

Kalo boleh jujur, saya iri sama kamu.
Kamu bisa bertemu setiap hari dengannya.
Kamu bisa bercanda dengannya.

Maaf jika saya sebelumnya pernah menegur kamu.
Tujuan saya satu, menjaga hubungan yg sedang saya jalani (saat itu).
Toh siapa si yang gak risih jika hubungannya ada yg mengganggu?

Tapi ternyata teguran saya gak ngaruh ya buat kamu?
Nyatanya, kalian masih tetap dekat.
Diam diam, dibelakang saya.

Semua memang bukan salahmu, tapi bukan berati kamu tidak salah sama sekali.
Mungkin saja memang dia yg genit.
Mungkin juga memang dia yg memulainya.

Lagipula, kamu kan tau kalo dia sudah bersama saya.
Kalo emang dia yg mulai duluan ke kamu, kenapa kamu respon?
Kamu kan punya pilihan sebelumnya, merespon atau mencuekkan nya.
Ternyata kamu lebih milih meresponnya.

Kita sesama perempuan harusnya paham.
Bagaimana jika kamu di posisi saya?
Bagaimana jika lelaki yang kamu cintai digoda oleh wanita lain?
Iya saya paham, belum tentu juga kamu yg benar benar menggodanya.

Saya percaya, sesuatu terjadi karena sebuah alasan.
Jika sudah begini, saya harus gimana?
Jika dia memilih kamu, apalagi yang harus saya lakukan?
Selain melepaskannya.

Terimakasih telah hadir diantara kita.
Walau saya sempat tidak nyaman dengan kehadiranmu.
Namun dengan adanya kamu, saya paham.
Ternyata dia tidak seperti yang saya pikirkan sebelumnya.
Berjanjilah untuk selalu berbahagia dengannya.